Rabu, 26 Juni 2013

Tahapan Persidangan di Pengadilan Negeri (Sampai Dengan Eksepsi)

UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) secara umum mengatur mengenai tata cara sidang, yang secara garis besarnya proses persidangan pidana pada peradilan tingkat pertam di Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara biasa terdiri dari 4 (empat) tahap, namun seringkali tahapan-tahapan dan tata cara dalam persidangandalam prakteknya disesuaikan dengan keadaan berdasarkan kebijakan hakim / ketua majelis hakim atau atas kesepakatan antara pihak –pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara pidana, sejauh tidak menyimpang dari asas dan tujuan pemeriksaan perkara pidana. Dan tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

 Sidang Pertama Pada Pemeriksaan dengan Acara Biasa
Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh hakim / majelis hakim sidang pemeriksaan perkara pidana dibuka seperti ketentuan dalam pasal 152 dan 153 KUHAP, adapun tata cara dan urutannya adalah sebagai berikut:
 Hakim / majelis hakim memasuki ruang sidang
Tahap pembukaan dan pemeriksaan identitas tersangka :
1. Yang pertama kali memasuki ruang sidang adalah panitera pengganti, jaksa penuntut umum (perorangan atau tim), penasehat hukum terdakwa dan pengunjung sidang, masing-masing duduk ditempat duduk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
2. Sebagai protokol sidang karena keterbatasan tenaga biasanya dilakukan oleh panitera pengganti, yang mengumumkan bahwa hakim / majelis hakim akan memasuki ruang sidang dengan perkataan kurang lebih sebagai berikut : “ Hakim / Majelis Hakim akan memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri “ (Pasal 2 PerMenKeh No.M.06.UM.01.06 Tahun 1983).
3. Semua yang hadir dalam ruang sidang berdiri untuk menghormati hakim / majelis hakim, termasuk jaksa penuntut umum dan penasehat hukum.
4. Hakim / Majelis Hakim memasuki ruang sidang melalui pintu khusus mulai dari yang terdepan hakim ketua diikuti oleh hakim anggota I (Senior) dan hakim anggota II (Junior).
5. Hakim / Majelis Hakim duduk ditempat duduknya masing-masing tersebut diatur sebagai berikut : Hakim Ketua ditengah, dan Hakim Anggota I berada disamping kanan dan Hakim Anggota II berada dikiri.
6. Panitera mempersilahkan hadirin untuk duduk kembali.
7. Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata kurang lebih sebagai berikut :

“Sidang Pengadilan Negeri ….(kota tempat pengadilan berada)… yang memeriksa perkara pidana nomor ….(nomor perkara yang bersangkutan)… atas nama terdakwa … pada hari … tanggal …. Dinyatakan dibuka dan TERBUKA UNTUK UMUM “ , diikuti dengan ketukan palu 3 (tiga).
Pemanggilan Tersangka Supaya Masuk Keruang Sidang
1. Hakim ketua bertanya kepada penuntut umum apakah tersangka telah siap untuk dihadirkan pada sidang hari ini. Jika penuntut umum tidak dapat menghadirkan tersangka pada sidang hari ini, maka hakim harus menunda persidangan pada hari yang akan ditetapkan dengan perintah kepada penuntut umum supaya memanggil dan menghadapkan tersangka.
2. Jika penuntut umum telah siap untuk menghadirkan tersangka, maka ketua memerintahkan supaya tersangka dipanggil masuk.
3. Penuntut umum memerintahkan pada petugas agar tersangka dibawa masuk diruang sidang.
4. Petugas membawa masuk tersangka keruang sidang dan mempersilahkan tersangka untuk duduk dikursi pemeriksaan. Jika tersangka tersebut ditahan, maka biasanya dari ruang tahanan pengadilan keruang sidang dikawal oleh petugas pengawalan, sekalipun demikian tersangka harus dihadapkan dalam keadaan bebas (tidak diborgol). Ini adalah salah satu penghormatan satu asas yaitu Presamtion of Inocence (asas praduga tidak bersalah).
5. Setelah tersangka duduk dikursi pemeriksaan, hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah tersangka dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?
b. Identitas tersangka (nama,umur,alamat,dan lain-lain) sebagaimana tersebut dalam pasal 155 ayat (1) KUHAP. Selanjutnya hakim menginggatkan tersangka untuk agar memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam persidangan.
 


6. Hakim bertanya apakah tersangka akan didampingi oleh penasehat hukum.
a. Jika tersangka tidak didampingi penasehat hukum, maka hakim menegaskan hak tersangka untuk didampingi penasehat hukum, akhirnya tersangka diberi kesempatan untuk mengambil sikap menyangkut apakah akan maju sendiri, mengajukan permohonan agar pengadilan menunjuk penasehat hukum yang mendapinginya dengan cuma-cuma (Prodeo). Atau minta waktu untuk menunjuk penasehat hukum sendiri.
b. Jika tersangka didampingi oleh penasehat hukum maka selanjutnya hakim menanyakan pada penasehat hukum apakah benar dia bertindak sebagai penasehat hukum tersangka, lalu menanyakan surat kuasa khusus dan ijin praktek advokat, setelah ketua melihat lalu ketua menunjukkan pada hakim anggota perihal dokumen tersebut.
C. Pembacaan Surat Dakwaan
1. Hakim ketua sidang meminta kepada tersangka untuk mendengarkan secara seksama pembacaan surat dakwaan dan selanjutnya mempersilahkan pada penuntut umum membacakan surat dakwaan.
2. Mengenal tata cara pembacaan surat dakwaan ada dua cara, cara pertama jaksa membaca dengan berdiri dan kedua dengan cara duduk, namun yang sering dipakai adalah cara pertama alasannya adalah untuk menghormati sidang. Jika dakwaan panjang maka dapat dibaca bergantian (dalam hal penuntut umumnya lebih dari satu).
3. Setelah selesai pembacaan surat dakwaan, maka status tersangka seketika itu juga berubah menjadi terdakwa.
4. Selanjutnya hakim ketua menanyakan pada terdakwa apakah sudah paham / mengerti tentang apa yang telah didakwakan padanya. Apabila terdakwa tidak mengerti maka penuntut umum harus membacakan kembali.
1. Setelah terdakwah menyaakan paham dan mengerti tentang maksud dakwaan, maka terdakwa puya hak untuk mengajukan eksepsi (keberatan yang menyangkut kompetensi pengadilan.
2. Tata caranya, hakim memberi kesempatan pada terdakwa untuk menanggapi berikutnya kesempatan kedua diberikan kepada penasehat hukumnya.
3. Apabila ternyata terdakwa dan penasehat hukumnya tidak mengajukan eksepsi maka sidang dilanjutkan pada tahap pembuktian.
4. Apabila terdakwa/penasehat hukumnya akan mengajukan eksepsi, maka ketua menanyakan pada terdakwa dan penasehat hukumnya pakah sudah siap dengan nota eksepsi.
5. Kalau ternyata terdakwa dan penasehat hukumnya belum siap maka hakim memberikan kesempatan untuk mengajukan pada sidang kedua, dan sidang di tunda untuk memberi kesempatan pada terdakwa dan penasehat hukumnya.
6. Kalau eksepsi sudah siap, hakim mempersilahkan kepada terdakwa/penasehat hukumnya untuk membacakan eksepsinya.
7. Pengajuan eksepsi dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis.
8. Apabila eksepsi tertulis, setelah dibacakan maka eksepsi tersebut diserahkan kepada hakim dan salinannya diserahkan pada penuntut umum.
9. Dalam hal pembacaan surat dakwaan berlaku juga bagi terdakwa dalam membacakan eksepsi.
10. Eksepsi dapat diajukan oleh penasehat hukum saja dalam hal terdakwa telah menyerahkan sepenuhnya pada penasehat Hukumnya, dapat juga kedua-duanya mengajukan eksepsi menurut versinya masing-masing.
11. Apabila kedua-duanya akan mengajukan eksepsi maka kesempatan pertama diberikan pada penasehat hukumnya.
12. Setelah selesai terdakwa/penasehat hukumnya membacakan eksepsi, hakim ketua memberi kesempatan pada penuntut umum untuk memberikan tanggapan atas eksepsi (Replik).
13. Atas tanggapan tersebut, hakim ketua memberikan kesempatan kepada terdakwa/penasehat hukum untuk memberikan tanggapan sekali lagi (Duplik).
14. Atas eksepsi dan tanggapan-tanggapan tersebut, hakim meminta waktu untuk memeprtimbangkan dan menyusun “putusan sela”.
15. Apabila majelis hakim berpendapat bahwa pertimbangan untuk memutuskan eksepsi tersebut mudah/sederhana maka sidang apat diskors selama beberapa waktu untuk menentukan putusan sela.
16. Tatacara skorsing sidang ada dua macam yaitu;
a. Cara 1: Mejelis hakim meninggalkan ruang sidang untuk membahas/memeprtimbangkan putusan sela di ruang hakim, sedangkan penuntut umum, terdakwa/penasehat hukum serta pengunjung tetap berada di ruang sidang.
b. Cara 2 : hakim tetap berada diruang sidang, jaksa penutut umum, penasehat hukum, dan pengunjung di mohon keluar (cara inilah yang sering dipakai).
c. Apabila hakim berpendapat bahwa pertimbangan memerlukan wkatu agak lama, maka hakim ketua dapat menunda sidang untuk mempertimbangkan putusan sela dan akan dibacakan pada sidang berikutnya.
17. Apabila hakim berpendapat bahwa pertimbangan memerlukan waktu agak lama, maka hakim ketua dapat menunda sidang untuk mempertimbangkan putusan sela dan akan dibacakan pada sidang berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar